Instagram, Twiter, dan Social Media Detox

Pandemi yang sampai sekarang nggak ada habisnya bikin pola hidup orang di seluruh dunia berubah. Beberapa makin punya waktu untuk dirinya sendiri dan keluarga, beberapa justru semakin tidak punya waktu karena WFH yang kadang nggak kenal jam kerja.


Pola hidup gue juga berubah. Jujur, satu bulan sampai dua bulan pertama lumayan punya banyak waktu kosong-kecuali waktu musim ujian akhir semester dan projek akhir mata kuliah yang nyita waktu siang sampai malam.

Sumber: pexels.com

Gara-gara punya waktu lebih dan harus tetap di rumah, durasi penggunaan media sosial jadi meningkat banget. Kalau udah nggak ada yang perlu dikerjain biasanya pasti jari udah otomatis buka Instagram dan Twitter.

 

Awalnya ngerasa nggak masalah, sampai akhirnya ini justru jadi bumerang. Niatnya, sih, pengen habisin waktu biar nggak bosan, tapi ujung-ujungnya malah bikin insecure dan overthinking.

 

Media sosial emang bisa jadi polemik buat diri kita sendiri kalau udah terlalu larut. Awalnya justru nggak sadar kalau penyebab insecure dan overthinking dari hari ke hari dari Instagram dan Twitter. Gara-gara suatu hari coba diam terus semacam throwback buat tahu kenapa masalah-masalah ini muncul, akhirnya sadar kalau Instagram dan Twitter memang penyebab utamanya.

 Instagram

Ternyata selama ini, kalau habis lihat instastory atau postingan temen soal pencapaian mereka selama karantina, rasanya kok gue nggak punya kemajuan, padahal gue tahu kalau gue juga nggak malas-malasan doang. I did something. Tapi karena dibanding-bandingin, rasanya achievement gue terlihat jadi nggak ada apa-apanya. Padahal kita tahu hidup tiap orang nggak untuk dibanding-dibangingin.

 Twitter

Twitter juga sering rame sama twitwar-twitwar yang most of the time sebenarnya nggak perlu dipedebatkan. Prinsipnya padahal tinggal diabaikan aja kalau ngerasa cuitan orang lain nggak sesuai sama kondisi/kepercayaan kita (kecuali masalah-masalah yang cukup serius, ya). Tapi yang terjadi justru sering banget suka balesin dan terkesan nge-turned down orang lain. Misalkan perkara cuitan soal bekal suami pun jadi perdebatan, sih? Atau orang yang ngerasa twitter se-addictive itu sampai bikin jarang buka media sosial lain dibilang lebay. Beneran energi negatif banget. Belum lagi karena nge-follow akun-akun berita kayak asumsi dan tirto, angka kenaikan covid-19 jadi lewat timeline terus dan bikin stres.


Social Media Detox

Akhirnya beneran deactivate akun selama lebih kurang 10 hari. Di hari-hari awal, jari-jari gue masih aja otomatis nyari dua aplikasi itu. Tapi lama kelamaan akhirnya udah mulai cari aktivitas lain kalau tiba-tiba craving buka Instagram dan twitter.

 

Rasanya gimana, sih? LEGA! Beneran rasanya jauh dari energi-energi negatif. Nggak banyak distraksi sehingga gue bisa lebih produktif, dan bikin gue bisa mengatur emosi dan pikiran lebih baik. Sekarang kalau udah lihat twitwar di twitter, tetap bisa berpikiran jernih dan positif. Gue juga nggak mudah terpancing untuk tenggelam dalam perperangan cuitannya netizen.

 

Deactive akun emang kelihatan gampang, tapi sebenarnya nggak segampang itu juga. Berselancar di dunia maya udah jadi rutinitas yang kadan susah buat dilepas. Gue pernah tanya ke temen-temen, kebanyakan mereka agak susah untuk deact (apalagi twitter) adalah karena mereka ngerasa kalau mereka ketinggalan berita.

 

Padahal sejauh yang gue coba sih, enggak juga. Gue masih bisa dapat informasi terbaru dari newsletter yang masuk ke email tiap hari, atau baca dari situs beritanya sendiri. Sepertinya karena udah biasa dapat update atau tren terbaru dari media sosial, kita jadi ngerasa nggak dapat informasi apa-apa lagi kalau deact.

 

Emang menurut gue penting banget buat lepas sebentar dari hiruk pikuk dunia maya yang kadang suka lebih ribut dari dunia nyata. Kasih jeda buat fokus di kehidupan nyata justru bikin kita bisa eksplorasi tentang diri kita sendiri, bikin interaksi yang lebih dengan orang terdekat dan bikin emosi lebih stabil waktu menghadapi energi-energi negatif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengalaman seleksi XL Future Leaders Batch 9

Rekomendasi Variety Show Korea